KI Kaltara Sebut Transparansi Nunukan Masih Lemah, Hanya 8 OPD Ikut Monev

NUNUKAN – Komisi Informasi (KI) Kaltara menyoroti masih lemahnya budaya keterbukaan informasi publik di Kabupaten Nunukan.

Hal itu dibuktikan data yang dipegang KI Kaltara bahwa, dari sekitar 50 OPD di Nunukan, hanya 8 yang berpartisipasi dalam monitoring dan evaluasi keterbukaan informasi tahun 2024.

Hal inilah yang membuat KI Kaltara terus gencar melakukan audiensi kepada pemangku kebijakan di Nunukan.

Bahkan, belum lama ini, KI secara langsung mendatangi Bupati Nunukan Irwan Sabri dan menggelar pertemuan di ruang kerjanya.

Tak sampai disitu, KI juga mendatangi Kantor DPRD Nunukan dan melakukan pertemuan di ruang kerja Ketua DPRD Nunukan, Hj Leppa.

Fajar menilai angka 8 delapan OPD yang berpartisipasi ini sangat lah rendah. Bahkan menjadi tamparan, ada dua kecamatan yang meraih peringkat keterbukaan informasi tertinggi di tingkat provinsi, justru berada di kecamatan terpencil yakni Lumbis Pansiangan dan Sebuku.

“Ini sangat ironis ya. Mereka yang jauh justru yang menjadi luar biasa,” tambahnya.

Fajar menjelaskan mandat dan kewenangan Komisi Informasi sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Namun dia mengaku masih banyak pejabat dan masyarakat yang salah kaprah mengenai peran lembaga ini.

“Sering Komisi Informasi dikira bagian Diskominfo, KPI, atau organisasi pers seperti PWI. Padahal kami lembaga independen yang memiliki mandat setara putusan pengadilan dalam penyelesaian sengketa informasi,” ujarnya.

Dalam paparannya, Fajar merinci tiga tugas utama KI menetapkan standar layanan informasi publik, memonitor dan mengevaluasi keterbukaan badan publik, serta menyelesaikan sengketa informasi melalui adjudikasi non-litigasi.

“Jadi, saya tekankan bahwa semua lembaga penerima dana publik, termasuk partai politik, LSM, yayasan, hingga ormas – berkewajiban membuka informasi kepada masyarakat,” bebernya.

Tak hanya itu, dia menilai kewajiban menyusun laporan tahunan keterbukaan informasi juga masih diabaikan banyak instansi. Padahal laporan itu wajib diserahkan paling lambat tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir.

“Kami harap DPRD Nunukan dapat mendorong Bupati menerbitkan surat edaran yang memerintahkan seluruh OPD lebih aktif dalam monev 2025,” bebernya.

Dia menjelaskan bahwa semakin banyak badan publik yang terlibat, semakin kuat budaya transparansi. “Ini bukan hanya kewajiban hukum, tapi komitmen moral,” tegas Fajar.

Sebagai langkah strategis, KI Kaltara mengusulkan pembentukan Komisi Informasi tingkat kabupaten di Nunukan untuk mempercepat penyelesaian sengketa dan memperkuat regulasi keterbukaan informasi publik.

“Kami siap bersinergi dengan DPRD dan pemerintah daerah. Nunukan punya peluang menjadi pionir transparansi di perbatasan,” pungkasnya.(*)

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan