NUNUKAN – Aksi penyegelan gerbang Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Sebatik oleh sejumlah pemuda dan masyarakat pada Sabtu (4/10) sore menjadi puncak kekecewaan warga perbatasan.
Namun di balik amarah itu, DPRD Kabupaten Nunukan justru tampil di barisan depan untuk mendengarkan dan membela aspirasi masyarakat Sebatik.
Beberapa anggota DPRD Dapil Sebatik, seperti Hamsing, Ramsah, Hj. Nadia, dan H. Firman, turun langsung ke lokasi aksi, memastikan suara masyarakat tersampaikan dengan benar kepada pemerintah pusat.
“Kami memahami kekecewaan warga. Mereka sudah terlalu lama menunggu. Kunjungan Wamen dan Komisi II kemarin memang tidak membawa hasil apa pun. Itu fakta yang kami lihat sendiri,” tegas Hamsing, anggota DPRD Nunukan dari Dapil Sebatik.
Menurut Hamsing, masyarakat Sebatik sudah berharap banyak dari kunjungan rombongan Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiharto dan Komisi II DPR RI yang datang ke Sebatik. Namun, yang terjadi justru sebaliknya kunjungan itu tidak memberikan kejelasan kapan PLBN akan dioperasikan.
“Kami sempat berharap ada keputusan, tapi yang muncul justru pertanyaan-pertanyaan lama. Seolah-olah mereka baru pertama kali datang dan meninjau ulang kesiapan PLBN, padahal semua fasilitas sudah lengkap,” ujarnya dengan nada kecewa.
Hamsing menambahkan, semua instansi teknis seperti Imigrasi dan Bea Cukai telah siap bekerja, tinggal menunggu keputusan resmi dari pemerintah pusat.
“Tadi Kepala Imigrasi juga bilang, pegawai siap ditempatkan kapan pun. Artinya, tinggal keputusan politik dari Jakarta yang belum ada,” lanjutnya.
Kekecewaan warga yang berujung aksi penyegelan simbolik PLBN Sebatik dinilai wajar oleh DPRD. Bagi mereka, itu adalah bentuk ekspresi masyarakat yang sudah terlalu lama menunggu janji tanpa realisasi.
“Aksi itu bentuk kekecewaan juga. Mereka hanya ingin pemerintah pusat tahu bahwa masyarakat Sebatik tidak main-main. Kami di DPRD akan tetap kawal aspirasi ini,” kata Hamsing.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Nunukan, Andi Mulyono, menilai bahwa penyampaian pendapat di muka umum adalah hak konstitusional warga negara yang harus dihormati.
“Selama dilakukan tertib dan damai, masyarakat berhak menyampaikan aspirasi. Kami di DPRD justru bangga melihat anak muda Sebatik berani bersuara,” ujar Andi.
Andi menegaskan, pemerintah pusat tidak boleh terus menunda pengoperasian PLBN Sebatik yang sudah menelan biaya lebih dari Rp200 miliar. Menurutnya, bangunan megah itu kini hanya menjadi monumen kosong di tengah pulau perbatasan yang sarat dengan aktivitas lintas negara.
“Kalau PLBN ini terus mangkrak, ini bukan sekadar pemborosan, tapi berpotensi merugikan keuangan negara. Presiden Prabowo harus segera menginstruksikan kementerian terkait agar PLBN difungsikan,” tegas Andi.
Ia menambahkan, DPRD Nunukan akan membawa kembali isu ini ke tingkat provinsi dan pusat untuk mendesak percepatan keputusan.
“Kami sudah turun langsung, mendengar langsung jeritan warga. Sebagai wakil rakyat, kami tidak bisa diam. PLBN harus dibuka demi kepentingan ekonomi, keamanan, dan martabat bangsa di perbatasan,” pungkasnya.
Bangunan megah PLBN Sebatik yang berdiri di atas lahan strategis perbatasan Indonesia–Malaysia kini menjadi simbol ketimpangan kebijakan pusat terhadap wilayah terluar.
Bagi DPRD Nunukan, masalah ini bukan sekadar soal infrastruktur, tapi soal kehadiran negara di wilayah tapal batas.
“Kita tidak bisa terus membiarkan masyarakat perbatasan seperti hidup di wilayah yang dilupakan. Sebatik ini garda depan NKRI. PLBN harus hidup, bukan hanya jadi papan nama,” tutup Andi Mulyono dengan tegas.(*)