<p>NUNUKAN – Anggota DPRD Kabupaten Nunukan, H. Firman Latif, menegaskan bahwa pemahaman terhadap regulasi adalah kunci utama keberhasilan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).<br>Hal itu ia sampaikan saat melaksanakan Sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan BUMDes di Kecamatan Sebatik, Rabu (8/10/2025).<br><br>Politisi Partai NasDem yang juga mantan Kepala Desa Balansiku ini menilai, masih banyak desa yang memiliki potensi ekonomi besar namun belum mampu mengelolanya secara maksimal karena minimnya pemahaman terhadap aturan dasar pembentukan BUMDes.<br><br>“Banyak BUMDes yang gagal bukan karena kurang modal, tetapi karena salah langkah sejak awal. Tidak semua kepala desa paham bahwa BUMDes harus berdiri di atas mekanisme hukum dan tata kelola yang benar,” tegas Firman.<br><br>Ia menyebutkan, pembentukan BUMDes bukan sekadar membentuk unit usaha, melainkan sebuah proses kelembagaan yang harus melalui tahapan partisipatif, mulai dari identifikasi potensi, musyawarah desa, hingga penyusunan rencana bisnis yang realistis.<br><br>Menurutnya, setiap tahapan tersebut wajib melibatkan masyarakat agar hasil usaha dapat dirasakan oleh seluruh warga. “BUMDes tidak boleh menjadi milik segelintir orang. Ini milik bersama, jadi setiap rupiah hasil usaha harus kembali untuk masyarakat desa,” ujarnya menegaskan.<br><br>Dalam sesi diskusi, Firman juga menyoroti pentingnya transparansi laporan keuangan dan pengawasan aktif dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Ia menilai, prinsip akuntabilitas harus menjadi fondasi agar BUMDes bisa tumbuh dan dipercaya.<br><br>“Kalau pengelolaan tertutup, cepat atau lambat akan menimbulkan masalah. Laporan keuangan harus terbuka dan bisa diakses oleh masyarakat. Itulah cara menjaga kepercayaan publik,” ungkapnya.<br><br>Selain soal tata kelola, Firman juga mendorong inovasi usaha BUMDes agar tidak terjebak pada pola lama. Ia mencontohkan sektor potensial seperti jasa logistik lokal, pengelolaan hasil pertanian, hingga pariwisata berbasis komunitas yang bisa menjadi sumber pendapatan baru bagi desa.<br><br>“Desa harus berani kreatif. Jangan hanya mengandalkan usaha jual-beli kecil. Lihat potensi besar di sekitar, pertanian, jasa, bahkan wisata — semua bisa dikembangkan lewat BUMDes yang dikelola dengan strategi bisnis yang tepat,” katanya.<br><br>Firman menilai, jika dikelola dengan benar, BUMDes bukan hanya sumber pendapatan asli desa (PADes), tetapi juga sarana menciptakan lapangan kerja baru dan mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap sektor informal.<br><br>Kegiatan sosialisasi tersebut diikuti oleh masyarakat dan perangkat desa di wilayah Sebatik, yang menilai kegiatan ini memberi pencerahan tentang praktik pengelolaan BUMDes yang selama ini kerap diabaikan.<br><br>Salah satu peserta mengaku baru memahami pentingnya tahapan hukum dan transparansi dalam pendirian BUMDes. “Selama ini kami hanya dengar BUMDes, tapi tidak tahu bagaimana seharusnya dijalankan. Sosialisasi ini membuka wawasan kami,” ungkapnya.<br><br>Menutup kegiatan, Firman berharap agar hasil sosialisasi tersebut menjadi momentum bagi desa-desa di Sebatik untuk memperkuat kemandirian ekonomi.<br><br>“Kalau kita pahami aturan dan kelola BUMDes dengan benar, saya yakin desa-desa di Nunukan akan tumbuh mandiri, bahkan bisa jadi contoh bagi daerah perbatasan lain,” pungkasnya.(adv)</p>
<div class="printfriendly pf-button pf-button-content pf-alignleft"><a href="#" rel="nofollow" onClick="window.print(); return false;" title="Printer Friendly, PDF & Email"><img class="pf-button-img" src="https://cdn.printfriendly.com/buttons/printfriendly-pdf-email-button.png" alt="Print Friendly, PDF & Email" style="width: 170px;height: 24px;" /></a></div>
This website uses cookies.