NUNUKAN – Jalan poros penghubung empat desa di Kecamatan Sebuku kian memprihatinkan. Bukannya makin baik, ruas jalan ini justru terus menjadi momok bagi ribuan warga yang harus melintasinya setiap hari.
Hingga kini, jalur vital yang membentang di Desa Bebanas, Desa Melasu Baru, Desa Tetaban, dan Desa Sujau itu masih berupa jalan tanah yang tak pernah benar-benar disentuh pembangunan serius.
Musim hujan datang? Jalan berubah menjadi kubangan lumpur raksasa yang menjegal motor dan mobil. Musim kemarau tiba? Hembusan debu tebal membuat pengendara seperti mandi pasir, dan anak-anak harus menutup hidung dengan kain seadanya.
Anggota DPRD Nunukan Dapil IV, Donal, mengaku hampir setiap kali turun ke daerah itu, keluhan warga selalu sama: akses jalan yang tak kunjung diperbaiki.
“Mau lewat saja harus siap jatuh kalau hujan, atau rela mandi debu kalau kering. Sudah bertahun-tahun begini, tapi perhatian pemerintah minim sekali,” ujarnya, Selasa (1/7/2025).
Buruknya kondisi jalan bukan sekadar menyulitkan aktivitas harian. Dampaknya menjalar ke sektor penting: pendidikan, kesehatan, dan distribusi kebutuhan pokok.
“Bayangkan anak-anak sekolah yang setiap hari melintas, atau pasien yang mau dirujuk ke puskesmas. Semua terkendala,” lanjut Donal.
Ia menegaskan, pemerintah daerah tidak bisa lagi hanya menerima laporan di meja kantor. “Kehadiran di lapangan itu penting. Kalau mau bicara pembangunan berkeadilan, harus ada langkah nyata, bukan sekadar janji yang diulang tiap tahun,” tegasnya.
Jalan poros Sebuku kini menjadi simbol ketimpangan pembangunan di Nunukan. Sementara beberapa kecamatan lain sudah menikmati aspal mulus, ribuan warga di Sebuku masih bergantung pada jalur tanah yang setiap musim berganti rupa antara lumpur dan debu.
“Kalau pemerintah serius bicara pembangunan yang adil, buktinya harus ada. Jalan ini kebutuhan dasar. Jangan biarkan kami terus terisolasi,” tutup Donal, dengan nada kecewa.(*)
This website uses cookies.