Categories: Nunukan

Kekeringan, Ratusan Hektar Sawah di Krayan Selatan Terancam Gagal Panen

Published by
admin

NUNUKAN – Krisis kekeringan yang melanda wilayah Krayan Selatan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, kian mengkhawatirkan.

Ratusan hektare sawah kering kerontang, benih gagal tumbuh, dan musim tanam terganggu total. Jika hujan tak segera turun, para petani di perbatasan Indonesia-Malaysia itu terancam gagal panen secara massal.

Camat Krayan Selatan, Oktavianus Ramli, menyebut kondisi ini sebagai salah satu kekeringan terparah dalam beberapa tahun terakhir. Dari sekitar 300 hektare lahan sawah yang ada, mayoritas tidak mendapat pasokan air memadai untuk mendukung pertumbuhan tanaman.

“Kalau kekeringan ini terus berlangsung, sangat mungkin petani gagal panen tahun ini. Benih banyak yang gagal tumbuh. Yang tumbuh pun kerdil. Ini jelas mengancam ketahanan pangan kita,” tegas Oktavianus, Rabu (6/8/2025).

Meski hujan sempat turun beberapa hari terakhir, intensitas dan curahnya belum cukup signifikan. Baru sekitar 30 persen petani yang kembali menanam, sementara sisanya masih menunggu kondisi membaik.

“Kalau telat tanam, panen juga terlambat, dan hasilnya pasti tidak maksimal. Sementara masyarakat Krayan Selatan selama ini sangat bergantung pada panen lokal untuk bertahan hidup,” ujarnya.

Kondisi kekeringan ini, lanjut dia, tidak hanya berdampak pada produksi pertanian, tapi juga memutus pola tanam tradisional masyarakat yang selama ini berlandaskan pada kalender alam. Ketika cuaca ekstrem datang tanpa kepastian, masyarakat kehilangan acuan untuk mulai tanam.

“Dulu masyarakat tahu kapan tanam dari tanda-tanda alam. Sekarang semuanya berubah. Tanah kering, air tidak ada. Mereka bingung. Kalau ini terus berlanjut, bukan cuma panen berkurang, bisa-bisa tidak panen sama sekali,” ungkapnya.

Lebih jauh, situasi ini diperkirakan akan memicu kelangkaan beras lokal dalam beberapa bulan ke depan. Sementara akses pangan dari luar wilayah juga terbatas karena kondisi geografis Krayan yang terpencil dan terisolasi.

Pemerintah kabupaten disebut sudah mengalokasikan bantuan berupa mesin pompa air untuk mendukung suplai irigasi darurat. Namun distribusinya masih terhambat akibat buruknya infrastruktur jalan dan terbatasnya akses udara.

“Alat bantu sudah tersedia. Tapi pengirimannya belum bisa dilakukan karena jalan utama masih dalam perbaikan. Akses udara juga terbatas dan mahal,” beber Oktavianus.

Menghadapi krisis ini, pemerintah kecamatan mengimbau masyarakat untuk lebih bijak memanfaatkan sumber air yang ada, serta aktif membangun saluran irigasi dan penampungan air skala desa.

“Kita tidak bisa pasrah menunggu hujan. Harus ada langkah cepat. Pemerintah, masyarakat, semua harus bergerak. Jika tidak, gagal panen tinggal menunggu waktu,” pungkasnya dengan nada serius.(*)

admin

This website uses cookies.