NUNUKAN – Puluhan anak di pedalaman Kecamatan Lumbis dan Lumbis Ogong, Kabupaten Nunukan, hingga saat ini masih harus mempertaruhkan nyawa demi menuntut ilmu.
Mereka menempuh perjalanan berbahaya melintasi sungai deras menggunakan perahu ketinting, hanya untuk bisa sampai ke sekolah terdekat.
“Ini bukan soal akses biasa, ini soal nyawa. Kalau orang tua mereka sedang di hutan mencari nafkah, siapa yang akan antar jemput anak-anak ini? Bisa sebulan penuh mereka tidak sekolah karena tak ada yang mengantar,” terangnya Anggota DPRD Nunukan, Donal.
Menurutnya, biaya operasional perahu yang harus menghabiskan 2–3 liter BBM sekali jalan juga menjadi beban tambahan bagi keluarga pedalaman. Meskipun warga kerap saling membantu, risiko kecelakaan tetap tinggi, apalagi jika anak-anak harus menyebrang sungai tanpa didampingi orang dewasa.
Menurut data lapangan, kata dia, terdapat 13 desa di dua kecamatan tersebut yang belum memiliki gedung sekolah sendiri, terutama Sekolah Dasar (SD).
Desa-desa itu adalah Desa Podong dan Desa Lintong yang berada di Kecamatan Lumbis. Kemudian, sebelas desa berada di Kecamatan Lumbis Ogong. Diantaranya, Desa Tumantalas, Desa Batung, Desa Nantukidan, Desa Salan, Desa Jukup, Desa Kalambuku, Desa Paluan, Desa Sanal, Desa Payang, Desa Sungoi dan Desa Tadungus.
“Tiap desa memiliki 20 sampai 30 anak usia sekolah. Sudah saatnya kita berhenti tutup mata. Pemerintah pusat dan daerah harus segera bangun sekolah filial di desa-desa ini,” ujar Donal.
Ia menekankan bahwa pendidikan adalah hak konstitusional setiap anak bangsa, tanpa terkecuali. Membangun sekolah filial bukan lagi sekadar opsi, tapi kewajiban moral dan tanggung jawab negara.
“Kalau bukan hari ini kita tanggapi serius, besok kita kehilangan masa depan mereka. Jangan tunggu ada korban di sungai baru kita bergerak,” pungkas Donal.(*)