NUNUKAN – Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Bapenda Kelas A Wilayah Nunukan mencatat piutang pajak kendaraan dinas atau pelat merah di Kabupaten Nunukan masih menyentuh angka ratusan juta.
Dari data terbaru, total piutang pajak kendaraan dinas kini berada di angka Rp272.835.100, dengan jumlah unit sebanyak 397 kendaraan. Angka ini menurun dibandingkan data sebelumnya yang mencatat Rp306.088.975 untuk 454 unit kendaraan.
Kepala UPTD Bapenda Kelas A Wilayah Nynuan, Syaifullah Djamal mengatakan penurunan ini merupakan hasil dari upaya penelusuran, pemutakhiran data, serta verifikasi terhadap kendaraan-kendaraan yang masih aktif dan dapat dipertanggungjawabkan keberadaannya.
“Kalau sebelumya saat awal-awalnya itu, jumlah mencapai seribuan kendaraan. Namun berkurang atau menurun terus dari tahun ke tahun,” terang pada Senin (4/8).
Namun demikian, di balik penurunan itu, masih ada ratusan kendaraan pelat merah yang hingga kini keberadaannya tidak jelas, baik secara fisik maupun dokumen administrasinya.
“Kami sudah berkali-kali melakukan koordinasi dengan para pembendahara barang di masing-masing organisasi perangkat daerah (OPD), tetapi memang banyak sekali masalah yang ditemukan di lapangan,” terangnya pada Senin (4/8).
Menurutnya, sebagian besar kendaraan yang bermasalah merupakan kendaraan lama, bahkan ada yang berasal dari masa ketika Kaltara masih menjadi bagian dari Provinsi Kaltim.
Hal ini menyebabkan penelusuran menjadi rumit, terutama ketika kendaraan tersebut tidak pernah dilakukan mutasi administrasi dengan baik ke sistem baru.
“Banyak kendaraan yang asalnya dari kementerian atau hibah, tapi saat penyerahan dulu surat-suratnya kemungkinan tidak disertakan atau tidak pernah dicatat secara resmi oleh OPD penerima. Sekarang kami kesulitan menelusurinya,” bebernya
Kendala lain yang tak kalah pelik adalah soal mutasi pejabat dan pergantian kepala OPD. Banyak pejabat baru yang tidak mengetahui riwayat kendaraan yang tercatat di instansinya, bahkan tidak tahu menahu soal keberadaan fisik kendaraan yang masih dibebankan pajaknya pada anggaran daerah.
“Ketika pejabat lama pindah atau pensiun, informasi mengenai kendaraan-kendaraan itu tidak selalu disampaikan dengan utuh. Akibatnya, pejabat baru tidak punya referensi atau dokumentasi untuk menjawab keberadaan kendaraan tersebut. Ini memperlambat proses penelusuran,” jelasnya.
Meski begitu, Bapenda mengaku siap mengusulkan penghapusan kendaraan yang benar-benar tidak bisa ditemukan dan tidak memiliki surat resmi. Namun, untuk bisa mengajukan penghapusan pajak dan penghapusan aset, dibutuhkan dokumen dan bukti pendukung yang sah.
“Kalau datanya lengkap, suratnya ada, kita bisa bantu usulkan penghapusan supaya tidak jadi piutang yang memberatkan. Tapi kenyataannya, sampai sekarang kami masih menunggu kelengkapan itu dari teman-teman pembendahara barang,” katanya.
Pihaknya pun mengakui bahwa kondisi ini menimbulkan dilema. Di satu sisi, pembendahara barang tak mungkin membayar pajak kendaraan yang secara fisik sudah tidak ada. Di sisi lain, selama kendaraan masih tercatat aktif dan belum dihapuskan secara resmi, tagihan pajaknya akan tetap muncul di sistem.
“Kalau kendaraannya tidak ada, ya tentu tidak mungkin dibayar. Tapi tetap akan tercatat sebagai piutang karena belum dihapus dari daftar,” bebernya.
Dia berharap kendala yang dihadapi saat ini dapat segera menemukan solusi administratif dan teknis yang lebih efektif agar piutang kendaraan ini tidak menjadi beban anggaran jangka panjang.
“Sekarang kami masih terus menelusuri. Harapannya ke depan, tidak hanya jumlah piutang yang menurun, tapi kejelasan status kendaraan ini juga bisa diselesaikan,” pungkasnya.(*)
This website uses cookies.