Tertahan Karena Sistem, Puluhan PMI Reentry Ngadu ke DPRD Nunukan

NUNUKAN – Ratusan Migran Indonesia (PMI) yang masuk dalam reentry hingga saat ini masih tertahan di Nunukan. Hal itu dikarenakan sistem yang ada di pelayanan maupun persyaratan yang dinilai belum terpenuhi.

Hal inilah yang mengundang reaksi oleh Lembaga Komunikasi Masyarakat Migran angkat bicara. Mereka pun melayangkan surat permohonan hearing atau rapat dengar pendapat (RDP) ke DPRD Nunukan hingga akhirnya dilangsungkan pada Selasa (18/7) pagi.

Bahkan, sebelum hearing yang pimpin Ketua DPRD Nunukan Hj Leppa dan Ketua Komisi III Hamsing ini dimulai, ada kurang lebih 30 PMI Reentry yang mendatangi Kantor DPRD Nunukan untuk meminta kejelasan mereka berangkat ke Malaysia.

Ketua Lembaga Komunikasi Masyarakat Migran, Kabupaten Nunukan, Bastian mengatakan kedatangan puluhan PMI reentry untuk meminta solusi terkait keberangkatan mereka.

“Kasihan mereka, ada sudah semingguan bahkan ada yang lebih lama dari itu. Ini yang baru 30 yang datang, belum lagi yang masih di rumah-rumah keluarganya itu perkiraan 200 lebih orang. Apalagi malam ini (kemarin malam) ada kapal tambah banyak lagi,” terangnya.

Selain itu, Bastian juga menjelaskan sejarah singkat PMI di Nunukan. Dimana, tahun 2000-2007, Imigrasi Nunukan melalui rekomendasi Disnakertrans dan BP3MI Nunukan mengeluarkan paspor kerja 24 halaman untuk calon PMI mandiri (perorangan) agar bisa bekerja ke Malaysia.
“Ketika mereka sudah berada di Malaysia, majikan atau kompeni mengurus visa kerja PMI tersebut,” ucapnya.

Lalu pada 2008-2015 ketika ada peralihan KTP nasional, kata dia, Imigrasi mengeluarkan paspor 48 halaman untuk calon PMI yang ingin melakukan kunjungan atau lawatan ke Malaysia.
“Nah, Januari 2016 diresmikannya LTSA (Layanan Terpadu Satu Atap) yang mana BP3MI, Disnakertrans, Disdukcapil dan Imigrasi berada dalam pelayanan satu atap untuk mengakomodir pengurusan dokumen paspor,” bebernya.

Menurutnya sistem LTSA tidak mengakomodir paspor PMI mandiri. Hal tersebut yang memunculkan konflik sosial.
“Makanya, sejak saat ini calon PMI cenderung melakukan kegiatan penyebrangan secara ilegal. Karena sistem pengurusan dokumen paspor tidak mengakomodir PMI mandiri atau perorangan,” ujar Bastian.

Dia mempertanyakan kepada BP3MI, Imigrasi, dan Disnakertrans Nunukan, alasan tidak mengakomodir penerbitan dokumen paspor PMI mandiri.
Tak hanya itu, Bastian juga mempertanyakan komunikasi antara BP3MI Nunukan dan Konsulat RI terkait pengesahan kontrak kerja, agar tidak menjadi penghambat masuknya PMI kembali ke Malaysia pasca pulang dari cuti di Indonesia.

“Karena, dampak TPPO, saat ini BP3MI Nunukan memberlakukan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) untuk PMI yang pulang cuti dan ingin kembali ke Malaysia. Tapi, dalam pengurusan KTKLN masalah yang muncul adalah kontrak kerja dari majikan harus disahkan oleh konsulat,” ungkapnya.

Menaggapi hal itu, pewakilan dari BP2MI Kaltara yang ikut dalam hearing tersebut, Wina mengatakan jika berbicara PMI ada dua aturan yang harus dipahami yakni UU No 18 tahun 2017 tentang perlindungan PMI. Ditambahkan lagi, aturan baru Kemenaker nomor 4 tahun 2023 tentang jaminan sosial untuk PMI.
Di LTSA, kata dia, memang tidak mengakomodir PMI persorangan. Itu jelas di UU No 18 tahun 2017 tentang perlindungan PMI.

“Karena, ada beberapa persyaratan yang harus dilengkapi oleh PMI yang bekerja secara prosudral di luar negeri,” bebernya.

Terkait PMI Reentry, kata dia, memang saat ini bergejolak di Nunukan, bahkan sudah hampir sebulan. “Apalagi, di tengah maraknya kasus TPPO, sehingga ada perubahan yang terjadi. Biasanya PMI berangkat seperti biasa tanpa ada tunda dari Imigrasi,” bebernya.

Namun sekarang, kata dia, ada beberapa persyaratan yang harus penuhi dan bukan serta merta dari BP2MI maupun P3MI.
“Teman-teman PMI yang harus dipenuhi, kontrak kerja itu adalah aturan Kemenaker, itu harus endorose atau pengesahan dari konsulat di wilayah kerjanya,” bebernya.

Kontak kerja, kata dia, jelas tertuang dalam Kemenaker tersebut. beberapa dokumen yang disahkan oleh konsulnya. “Tapi kita komunikasi terus dengan konsul agar mereka mau mengendorse atau pengesahan. Nah, soal pengesahan ini ada di aturan Kemenaker,” ujarnya.

Belum lagi, kata dia, applikasi Kemenaker yang masuk tertutup sehingga tak bisa diupload. “Kita komunikasikan perbaikan butuh waktu lima bulan. Nah, kalau pun bisa, ada item yang eror,” bebernya.

Sejak pendataan PMI Reentry, kata dia, sudah ada 700 PMI yang dilayani dokumennya per tanggal 14 Juli lalu. “Jadi, kemarin itu kita upayakan maksimal. Begitu ada berkas masuk kita layani bahkan sampai tengah malam,” ujarnya.(adv)

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan