Komitmen Berantas TPPO dan TPPM di Perbatasan, Imigrasi Perkuat Pengawasan

NUNUKAN – Kepala Kantor Imigrasi Kelas II TPI Nunukan, Adrian Soetrisno, secara resmi menghadiri pembukaan Rapat Koordinasi Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Tindak Pidana Penyelundupan Manusia (TPPM) di Perbatasan Melalui Kerja Sama dengan Organisasi Internasional, yang dirangkaikan dengan Lokakarya Training Need Analysis, pada Senin (5/8) di Balikpapan, Kaltim.

Kegiatan ini menjadi ruang strategis untuk memperkuat sinergi lintas sektor dalam penanganan kejahatan transnasional, khususnya di wilayah perbatasan yang rawan dijadikan jalur masuk maupun keluar bagi praktik perdagangan orang dan penyelundupan manusia.

Pembahasan dalam rapat ini tidak hanya menyoroti tantangan operasional di lapangan, tetapi juga fokus pada penguatan kapasitas sumber daya manusia melalui pendekatan berbasis kebutuhan pelatihan (training need analysis).

Kehadiran berbagai pemangku kepentingan, termasuk jajaran Direktorat Jenderal Imigrasi, perwakilan organisasi internasional, aparat penegak hukum, dan Kantor Imigrasi dari wilayah perbatasan, seperti Nunukan, menunjukkan adanya kesadaran bersama bahwa penanganan TPPO dan TPPM tidak bisa dilakukan secara parsial. Diperlukan kolaborasi yang terintegrasi, berbasis data, serta penguatan koordinasi antarlembaga.

Dalam sesi diskusi, Kepala Kantor Imigrasi Nunukan secara khusus menyampaikan realitas dan tantangan yang dihadapi di lapangan.
Salah satu isu yang disorot adalah kompleksitas pengawasan di jalur-jalur tidak resmi serta perlunya penanganan yang berimbang antara pendekatan hukum dan perlindungan terhadap kelompok rentan, seperti perempuan dan anak-anak yang menjadi korban TPPO.

“Wilayah perbatasan seperti Nunukan tidak hanya menjadi pintu keluar bagi Pekerja Migran Indonesia, tetapi juga menjadi titik rawan penyusupan jaringan TPPO dan TPPM. Oleh karena itu, pendekatan yang kami gunakan bersifat humanis namun tetap tegas, dengan mengedepankan fungsi pencegahan dan pengawasan keimigrasian yang menyeluruh,” ujar Adrian Soetrisno dalam paparannya.

Ia juga menambahkan bahwa partisipasi Kantor Imigrasi Nunukan dalam kegiatan ini bukan sekadar formalitas, melainkan bentuk nyata dari komitmen institusional dalam memperkuat sistem deteksi dini dan kapasitas penanganan kasus-kasus TPPO dan TPPM di kawasan perbatasan.

Sementara itu, Direktur Kerja Sama Keimigrasian dan Bina Perwakilan dalam sambutannya menegaskan bahwa pengawasan perbatasan memerlukan perhatian khusus karena tantangannya sangat kompleks dan dinamis.

“Kegiatan ini sangat penting untuk menyelaraskan pemahaman dan strategi di antara para pemangku kepentingan, serta memastikan perlindungan maksimal bagi kelompok rentan yang potensial menjadi korban TPPO dan TPPM,” ujarnya.

Lokakarya Training Need Analysis yang menjadi bagian dari kegiatan ini bertujuan untuk memetakan kebutuhan pelatihan aktual bagi petugas di lapangan, agar pendekatan penanganan tidak hanya bersifat reaktif, tetapi juga preventif. Dengan pemetaan ini, diharapkan akan tercipta standar pelatihan yang sesuai dengan konteks lokal dan tantangan operasional di masing-masing daerah perbatasan.

Sebagai salah satu titik sentral arus migrasi di kawasan timur Indonesia yang berbatasan langsung dengan Sabah, Malaysia, Kabupaten Nunukan kerap menjadi lokasi strategis bagi sindikat perdagangan orang.

Oleh sebab itu, kehadiran aktif Kantor Imigrasi Nunukan dalam forum-forum strategis seperti ini sangat penting untuk memastikan suara dari lapangan didengar dan dijadikan pertimbangan dalam perumusan kebijakan nasional maupun kerja sama internasional.

Kegiatan ini diharapkan menghasilkan rencana aksi bersama yang konkret serta tindak lanjut terstruktur dalam memperkuat pengawasan keimigrasian dan perlindungan terhadap warga negara, khususnya mereka yang paling rentan terhadap eksploitasi lintas batas negara.(*)

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan