NUNUKAN – Tiga terdakwa kasus kasus korupsi pembangunan jaringan daerah irigasi Lembudud di Krayan tahun anggaran 2020, akhirnya divonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Samarinda pada Rabu (19/6/2024).
Ketiganya dinyatakan telah merugikan keuangan negara sebesar Rp11.974.907.467,78 atau Rp 11,9 miliar lebih, terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana Korupsi Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU No. 35 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1.
Adapun putusan ketiga terdakwa berdasarkan rilis yang diterbitkan Kejari Nunukan yakni pertama terdakwa Samuel BB Siran, divonis pidana penjara selama 9 tahun dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan 2 bulan.
Samuel juga dihukum untuk membayar uang pengganti Rp9.708.407.467,78 atau Rp9,7 miliar lebih subsidair pidana penjara 4 tahun dan putusan sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
Terdakwa kedua, Bambang Tribuwono, divonis penjara selama 6 tahun dan denda Rp300 juta subsidair pidana kurungan satu bulan. Bambang juga dihukum untuk membayar uang pengganti Rp1.560.000.000 atau Rp1,5 miliar subsidair pidana 3 tahun.
Terdakwa terakhir yakni Ir. Soesetyo Triwibowo divonis pidana penjara 4 tahun dan denda Rp200 juta subsidair satu bulan. Hanya saja, terdakwa Soesetyo Triwibowo tidak ada uang penggantinya.
Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Nunukan, Ricky Rangkuti SH mengatakan untuk pengembalian kerugian negara sebesar Rp656.500.00 atau Rp656,5 juta yang ada di rekening Kejari Nunukan disetor ke rekening negara dan diperhitungkan sebagai pemulihan kerugian keuangan negara.
“Jadi, hakim berbeda-beda ya. Memang dari tuntutan kita kemarin, lebih ringan sedikit dari tuntutan,” ujarnya.
Untuk tuntutan pada sidang tuntutan, kata dia, Samuel Siran (sebelumnya inisial SS) dituntut pidana penjara selama 10 tahun 6 bulan dikurangi masa penahanan dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan selama 3 bulan.
Tak hanya itu, dalam tuntutannya, Samuel juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp10.208.407.467,78 atau Rp10 miliar lebih subsider 5 tahun 3 bulan.
Terdakwa kedua yakni Bambang Tribuwono (sebelumnya inisial BT) dituntut pidana penjara 8 tahun dikurangi masa penahanan dan denda Rp300 juta subsider pidana kurungan 3 bulan. Bambang juga dihukum untuk membayar uang pengganti Rp1.560.000.000 atau Rp 1,5 miliar lebih subsider pidana 4 tahun penjara.
Terdakwa ketiga yakni Ir. Soesetyo Triwibowo (sebelumnya inisial ST) dituntut pidana penjara 4 tahun dikurangi masa penahanan dan denda Rp200 juta subsider pidana kurungan 3 bulan.
Untuk diketahui, Kepala Kejari Nunukan Teguh Ananto mengatakan dalam perjalanan penyelidikan, sudah melakukan pemeriksaan 30 saksi dan satu orang saksi ahli konstruksi sumber daya air, dan 1 (satu) orang ahli Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dari BPKP serta telah memeriksa dokumen-dokumen terkait.
Adapun hasil perhitungan kerugian keuangan negara berdasarkan penghitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP sebesar Rp11,9 miliar.
Untuk modus operandinya, dia menjelaskan bahwa ketiga tersangka ini merupakan pengatur pekerjaan tersebut. Di mana, pengerjaan tersebut menyimpang dan sesuai dengan pengerjaan awalnya.
Penyelidikannya pun dimulai sejak 14 Januari 2023 lalu. Saat itu, tim jaksa penyelidik mencium adanya kerugian negara sebesar Rp11 miliar dari proyek dengan total anggaran Rp19,9 miliar tahun 2020 lalu.
Anggaran pengerjaan ini bersumber dari APBN Kementerian PUPR dan terdaftar sebagai paket pekerjaan Balai Wilayah Sungai Kalimantan III di Samarinda yang dikerjakan oleh Satker Non Vertikal Tertentu Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air pada Balai Wilayah Sungai Kalimantan V di Tarakan.
Sebelum mengangkat kasus ini ke tingkat penyidikan, pihaknya mengaku telah melakukan gelar perkara atau ekspose terkait hasil penyelidik.
“Di situ, tim jaksa penyelidik menyimpulkan adanya peristiwa pidana atau perbuatan melawan hukum (PMH) atau penyalahgunaan wewenang yang berpotensi merugikan negara belasan miliar,” tuturnya.
Penyelidikan ini berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SPRINT-31/O.4.16/Fd.1/07/2023, di mana langkah awal untuk mengumpulkan alat bukti guna membuat terang tindak pidana dan menentukan tersangka sesuai dengan Pasal 1 angka 2 KUHAP.
“Nah, pada Jumat (7/7) lalu, kita sudah naikkan status kasusnya ke penyidikan. Karena, anggaranya sudah terealisasi 100 persen, namun hasil pengerjaannya dilapangkan tidak bisa digunakan,” tambahnya.
Adapun modus operandi yang diduga dilakukan beberapa pihak yang berkaitan adalah pengaturan pekerjaan dalam proses tambah kurang atau CCO pekerjaan yang menyimpang, output pekerjaan yang tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengadaan Barang atau Jasa.
“Kasus ini hanya menguntungkan beberapa orang tertentu, dan juga hasil pekerjaan tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dikarenakan pekerjaan tidak selesai sehingga telah memenuhi salah satu unsur tindak pidana korupsi,” ujarnya.
Dalam kasus ini, dua terdakwa yakni BT dan ST dilakukan penahanan sejak 24 November 2023 lalu. Kemudian pada awal Desember 2023 lalu, Kejari baru menahan SS dan dititipkan di Lapas Nunukan.
Alasan dirinya baru menahan SS dan tidak dilakukan bersamaan dengan BT dan ST saat penetapan tersangka, dikarenakan SS tidak bisa hadir di Kejari lantaran sedang sakit saat pemanggilan terakhir dilakukan.
“Setelah agak baikkan, baru SS datang ke Kejari dan kita langsung lakukan penahanan. Untuk peran SS dalam kasus ini adalah sebagai pelaksana kontrak dari proyek tersebut,” pungkasnya. (*)
This website uses cookies.