Masyarakat Adat Tidung Nilai PT MIP Abaikan Pemulihan Sungai di Wilayah Adat Palaju

NUNUKAN, borderterkini.com – Masyarakat adat Tidung Sembakung menuding PT Mandiri Inti Perkasa (MIP) abai terhadap kewajiban memperbaiki kerusakan lingkungan di wilayah adat Palaju, Kecamatan Sembakung, Kabupaten Nunukan.

Hal ini diungkapkan Sekretaris Lembaga Adat Tidung Nunukan, Rudi Hartono, dalam rapat dengar pendapat yang digelar DPRD Nunukan pada Senin (6/10/2025).

Dia menyebut pendangkalan tiga sungai utama di Palaju telah menutup sumber kehidupan warga, sementara perusahaan terkesan tidak serius menangani persoalan tersebut.

“PT MIP bekerja di wilayah hukum adat Palaju berdasarkan SK Bupati Nunukan Nomor 18845/696/VII/2019. Tapi hingga kini, sungai-sungai tempat masyarakat mencari ikan rusak akibat aktivitas tambang, tanpa perbaikan berarti,” ujar Rudi saat Rapat Dengar Pendapat bersama DPRD Nunukan, Senin (6/10/2025).

Menurutnya, masyarakat adat telah berulang kali menyampaikan keluhan langsung kepada perusahaan. Namun, tanggapan PT MIP disebutnya jauh dari fakta lapangan.

“Mereka mengklaim sudah melakukan perbaikan dan bahkan melapor ke DLH Provinsi Kaltara. Tapi setelah kami tinjau, tidak ada hasil nyata—yang terlihat hanya tiang-tiang pancang di tepi sungai,” tegas Rudi.

Ia menilai, sikap perusahaan yang lebih mengutamakan produksi tanpa memperhatikan dampak lingkungan menunjukkan minimnya empati terhadap masyarakat adat yang wilayahnya terdampak.

“Perusahaan datang mencari untung di tanah adat kami. Tapi kalau cara mereka merusak alam dan menutup jalan hidup warga, itu sama saja pelan-pelan membunuh masyarakat,” tambahnya.

Sementara itu, General Manager PT MIP Nunukan, M. Robert Boro, menegaskan pihaknya telah merespons surat tuntutan masyarakat dan siap menghadiri setiap pertemuan yang digelar DPRD.

“Kami terbuka untuk dialog. Ini bentuk komitmen kami menyelesaikan masalah dengan baik,” ujarnya.

Robert menjelaskan, PT MIP beroperasi berdasarkan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang disetujui pemerintah pusat sejak 1994 dan mulai aktif di wilayah Sembakung pada 2004.

“Lokasi tambang kami berada di kawasan Linuang Kayan yang mencakup dua kabupaten, yaitu Nunukan dan Tana Tidung,” jelasnya.

Menurut Robert, pendangkalan sungai juga bisa disebabkan faktor alami seperti pergerakan rawa, bukan semata akibat tambang. Namun, ia mengaku menunggu hasil investigasi resmi dari DLH dan Gakkum Lingkungan Hidup.

“Rekomendasi sementara yang kami terima adalah pembangunan bandol penahan sedimen agar aktivitas tambang tidak memengaruhi aliran sungai,” katanya.

Robert berharap masyarakat dapat memandang persoalan ini secara proporsional agar solusi yang disepakati benar-benar berkeadilan.

“Kami ingin penyelesaian yang baik, terbuka, dan adil bagi semua pihak,” pungkasnya.(adv)

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan